Bencana Gempa dan Tsunami Aceh, 26 Desember 2004, Kisah
Kelam di Ujung Tahun.
26 Desember 2004…..
Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra
India (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km
selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang
pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh
dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan
Thailand.
Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di
13 negara (hingga minggu 2/1) mencapai 127.672 orang. Namun jumlah korban tewas
di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan
pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan
sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya,
sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena masih banyak daerah
yang terisolir.
Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005)
adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita Reuters, jumlah korban
Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita
Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak
124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh dan
Sumatera Utara.
Iitulah kisah suram 5 tahun silam yang terjadi di penghujung
tahun 2004 silam. Namun, seiring waktu berjalan, segala perbaikan terus
berjalan. Setidaknya, begitulah yang terbaca dan terdengar di media massa.
PENYEBAB BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI:
Gempa bumi ini terjadi ketika lempeng Hindia disubduksi oleh lempeng Burma dan menghasilkan serangkaian tsunami mematikan di pesisir sebagian besar daratan yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Gelombang tsunami yang puncak tertingginya mencapai 30 m (98 kaki) ini menewaskan lebih dari 230.000 orang di 14 negara dan menenggelamkan banyak permukiman tepi pantai. Ini merupakan salah satu bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Indonesia adalah negara yang terkena dampak paling besar, diikuti Sri Lanka, India, dan Thailand.
Dengan kekuatan Mw 9,1–9,3, gempa ini merupakan yang terbesar ketiga yang pernah tercatat di seismograf dan memiliki durasi terlama sepanjang sejarah, sekitar 8,3 sampai 10 menit. Gempa tersebut mengakibatkan seluruh planet Bumi bergetar 1 sentimeter () dan menciptakan beberapa gempa lainnya sampai wilayah Alaska. Episentrumnya berada di antara Simeulue dan daratan Sumatera. Penderitaan yang dialami masyarakat dan pemerintah korban bencana membuat seluruh dunia mengirimkan bantuan kemanusiaan. Secara keseluruhan, masyarakat dunia menyumbangkan lebih dari US$14 miliar (nilai tahun 2004) untuk bantuan kemanusiaan.
Ciri-ciri gempa
Gempa ini awalnya tercatat berkekuatan Mw 8,8. Pada bulan Februari 2205, para ilmuwan merevisi perkiraan kekuatannya menjadi 9,0. Meskipun Pacific Tsunami Warning Center menerima revisi tersebut, United States Geological Survey masih bertahan dengan angka 9,1. Sebagian besar penelitian tahun 2006 mencantumkan kekuatan Mw 9.1–9.3. Dr. Hiroo Kanamori dari California Institute of Technology yakin bahwa Mw 9,2 adalah angka yang cocok untuk gempa sebesar ini.Hiposentrum gempa utamanya kira-kira terletak di Samudra Hindia, 160 km (100 mil) di sebelah utara pulau Simeulue, lepas pantai barat Sumatera Utara, pada kedalaman 30 km (19 mil) di bawah permukaan laust (awalnya dilaporkan 10 km (6.2 mil)). Bagian utara megathrust Sunda patah sepanjang 1.300 km (810 mil).Gempanya (diikuti tsunami) secara bersamaan mengguncang Bangladesh, India, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura, dan Maladewa. Patahan splay atau "patahan muncul" sekunder menyebabkan sebagian dasar laut yang panjang dan sempit naik dalam hitungan detik. Peristiwa tersebut segera menambah ketinggian dan kecepatan gelombang, sehingga terjadi kehancuran total di kota Lhoknga, Indonesia.
Episentrum
gempa di sebelah utara Pulau Simeulue.
Indonesia terletak di antara Cincin Api Pasifik yang
membentang di sepanjang pulau-pulau timur laut yang dekat dengan New Guinea
dan sabuk Alpide yang membentang
di sepanjang kawasan selatan dan barat dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores, hingga Timor.Gempa-gempa besar seperti gempa Sumatera-Andaman, yang selalu berkaitan dengan sejumlah gempa megathrust di zona subduksi, memiliki momentum seismik yang mampu mewakili sekian persen momentum gempa global dalam kurun satu abad. Dari seluruh momentum seismik yang dilepaskan semua gempa bumi dalam kurun 100 tahun dari 1906 sampai 2005, seperdelapannya diakibatkan oleh gempa Sumatera-Andaman. Gempa ini, bersama gempa bumi Jumat Baik (Alaska, 1964) dan gempa bumi besar Chili (1960), mewakili hampir separuh total momentum dunia. Gempa bumi San Francisco 1906 yang lebih kecil namun mematikan disertakan dalam diagram di bawah. Mw menandakan kekuatan atau magnitudo gempa dalam skala kekuatan Moment.
Sejak 1900, gempa yang tercatat berkekuatan lebih besar dari gempa Samudra Hindia hanya gempa bumi besar Chili 1960 (9,5) dan gempa bumi Jumat Baik 1964 di Prince William Sound (9,2). Dua gempa lain yang tercatat berkekuatan 9,0 atau lebih terjadi di lepas pantai Kamchatka, Rusia, tanggal 4 November 1952 (kekuatan 9.0) dan Tōhoku, Jepang, bulan Maret 2011 (kekuatan 9,0). Masing-masing gempa bumi megathrust ini juga menghasilkan tsunami di Samudra Hindia, namun jumlah korbannya lebih sedikit dikarenakan kepadatan penduduk yang jarang di pesisir daerah bencana, jarak yang jauh dengan pesisir padat penduduk, serta infrastruktur dan sistem peringatan canggih di negara-negara MEDC (negara yang lebih maju ekonominya) seperti Jepang.
Gempa bumi megathrust kuat lainnya terjadi tahun 1868 (Peru, Lempeng Nazca dan Lempeng Amerika Selatan); 1827 (Kolombia, Lempeng Nazca dan Lempeng Amerika Selatan); 1812 (Venezuela, Lempeng Karibia dan Lempeng Amerika Selatan); dan 1700 (Amerika Utara barat, Lempeng Juan de Fuca dan Lempeng Amerika Utara). Semuanya diyakini berkekuatan lebih dari 9, namun belum ada pengukuran akurat pada masa itu.
Lempeng tektonik
Diagram pai yang membandingkan momentum seismik gempa-gempa besar sejak 1906 sampai 2005 dibandingkan dengan gempa lain pada periode yang sama. Gempa bumi megathrust tidak biasanya besar dari segi geografi dan geologi. Permukaan patahan seluas 1.600 kilometer (1,000 mil) bergeser (atau retak) sekitar 15 m (50 kaki) di sepanjang zona subduksi tempat Lempeng India meluncur (atau bersubduksi) di bawah Lempeng Burma. Pergeseran ini tidak terjadi secara instan, melainkan dalam dua tahap selama beberapa menit:- Data seismograf dan akustik menunjukkan bahwa tahap pertama melibatkan retakan sepanjang 400 kilometer (250 mil) dan selebar 100 kilometer (60 mil), terletak 30 kilometer (19 mil) di bawah dasar laut. Ini merupakan retakan terbesar yang pernah terbentuk oleh gempa bumi. Retakan ini bergerak dengan kecepatan 28 kilometer per detik () (10.000 km/j or 6,200 mpj) dari pesisir Aceh menuju barat laut kira-kira selama 100 detik.
- Jeda selama 100 detik terjadi sebelum retakan belanjut ke utara sampai Kepulauan Andaman dan Nicobar. Retakan di sebelah utara bergerak lebih lambat ketimbang yang di selatan, kira-kira 21 km/s (13 mi/s) (7.500 km/j or 4,700 mph), dan berlanjut ke utara selama lima menit hingga batas lempeng. Jenis patahan di sana berubah dari subduksi menjadi datar (strike-slip; dua lempeng melewati satu sama lain dengan arah berlawanan).
Selain pergerakan antarlempeng, dasar laut juga diperkirakan naik beberapa meter. Kenaikan ini memindahkan air laut sebanyak 30 kubik kilometer (7.2 cu mi) dan menciptakan gelombang tsunami mematikan. Gelombang tersebut bukan berasal dari titik sumber sebagaimana yang ditampilkan di beberapa ilustrasi jalur tsunami. Gelombang tersebut menyebar ke luar mengikuti retakan sepanjang 1.600-kilometer (1,000 mil) (garis sumber). Peristiwa ini menambah luas wilayah geografis yang ditargetkan gelombang sampai Meksiko, Chili, dan Arktik. Kenaikan dasar laut mengurangi kapasitas Samudra Hindia dalam jumlah besar dan mengakibatkan kenaikan permukaan laut global secara permanen setinggi 01 millimetre (0.04 in).
Gempa susulan dan gempa lain
Lokasi gempa
pertama dan semua gempa susulan berkekuatan lebih dari 4,0 mulai 26 Desember
2004 sampai 10 Januari 2005. Situs gempa pertama ditandai oleh bintang besar di
kanan bawah.
Beberapa gempa
susulan dilaporkan terjadi di lepas pantai Kepulauan
Andaman, Kepulauan Nicobar, dan kawasan episentrum aslinya
beberapa jam dan hari setelah bencana. Gempa bumi Sumatera 2005 berkekuatan 8,7
yang terjadi di lepas pulau Nias tidak dianggap sebagai gempa susulan meski letaknya dekat
dengan episentrum. Gempa tersebut diperkirakan terjadi akibat
perubahan tekanan yang berhubungan dengan gempa 2004.[19]
Gempa 2004 begitu besar sampai-sampai bisa menghasilkan gempa susulannya
sendiri (beberapa di antaranya sampai berkekuatan 6,1) dan saat ini merupakan
gempa bumi terbesar ke-7 sejak 1900. Gempa susulan lainnya sampai berkekuatan
6,6 terus mengguncang kawasan ini setiap hari selama tiga atau empat bulan.[20]
Selain gempa susulan, energi yang dilepaskan oleh gempa pertama masih terasa
setelah bencana. Seminggu setelah gempa bumi, getarannya masih bisa diukur dan
memberikan data ilmiah yang berharga tentang lapisan dalam Bumi.Gempa bumi Samudra Hindia 2004 terjadi tiga hari setelah gempa berkekuatan 8,1 di wilayah tak berpenghuni subantarktik di sebelah barat Kepulauan Auckland, Selandia Baru, dan di sebelah utara Pulau Macquarie, Australia. Ini tidak lazim karena gempa berkekuatan 8 atau lebih rata-rata terjadi sekali setahun.[21] Sejumlah seismolog memperkirakan adanya hubungan antara dua gempa ini. Gempa pertama diduga merupakan katalis gempa Samudra Hindia karena kedua gempa terjadi di sisi Lempeng Indo-Australia yang berseberangan. Akan tetapi, U.S. Geological Survey tidak melihat bukti hubungan sebab akibat dalam insiden ini. Kebetulan gempa ini terjadi pas satu tahun (pukul kejadiannya juga sama) setelah gempa bumi berkekuatan 6,6 menewaskan sekitar 30.000 orang di kota Bam, Iran pada tanggal 26 Desember 2003.[7]
Beberapa ilmuwan membenarkan bahwa gempa bumi Desember telah mengaktifkan Gunung Leuser di Aceh, gunung api yang terletak di rangkaian pegunungan yang sama seperti Gunung Talang. Gempa bumi Sumatera 2005 membangkitkan aktivitas di Danau Toba, kawah gunung api kuno di Sumatera Utara. Para ahli geologi mengatakan bahwa letusan Gunung Talang bulan April 2005 ada hubungannya dengan gempa bumi Desember 2004.
Energi yang dilepaskan
Energi yang dilepaskan di permukaan Bumi (ME, artinya potensi kerusakan seismik) oleh gempa dan tsunami Samudra Hindia 2004 diperkirakan sebesar 1,1×1017 joule, atau 26 megaton TNT. Energi ini setara dengan 1.500 bom atom Hiroshima, tetapi sedikit lebih kecil daripada Tsar Bomba, senjata nuklir terbesar yang pernah diledakkan. Meski begitu, total tenaga yang dihasilkan (MW, artinya energi) oleh gempa ini adalah 4,0×1022 joule (4,0×1029 erg), sebagian besar di bawah tanah. Jumlah ini 360.000 kali lebih besar daripada ME, setara dengan 9.600 gigaton ekuivalen TNT (550 juta lebih besar daripada Hiroshima) atau 370 tahun pemakaian energi di Amerika Serikat tahun 2005 (sebesar 1.08×1020 J).Satu-satunya gempa yang tercatat dengan MW lebih besar adalah gempa bumi Chili 1960 dan Alaska 1964 yang masing-masing berkekuatan 2.5×1023 joule (250 ZJ) dan 7.5×1022 joule (75 ZJ).[26]
Gempa bumi ini menciptakan osilasi seismik permukaan Bumi setinggi 20–30 cm (8–12 in), setara dengan dampak gaya tarik pasang oleh Matahari dan Bulan. Gelombang kejutnya terasa di seluruh permukaan Bumi. Di negara bagian Oklahoma, Amerika Serikat, tercatat gerakan vertikal setinggi 3 mm (0.12 in). Pada Februari 2005, pengaurh gempanya masih terasa dalam bentuk osilasi harmonis kompleks permukaan Bumi dengan tinggi Templat:Convert/um. Osilasi harmonis ini perlahan menghilang dan bergabung dengan osilasi bebas Bumi selama lebih dari 4 bulan pasca gempa terjadi.[27]
Karena energi yang dilepaskan sangat besar dan kedalaman retakan yang dangkal, gempa ini menghasilkan gerakan tanah seismik besar di seluruh dunia. Salah satu akibat utamanya adalah gelombang elastis Rayleigh (permukaan) raksasa yang melewati amplitudo vertikal 1 cm (0.4 in) di seluruh permukaan Bumi. Grafik rekaman di bawah memperllihatkan perpindahan vertikal permukaan Bumi yang direkam seismoeter dari IRIS/USGS Global Seismographic Network sesuai waktu (sejak awal gempa) di poros horizontal, dan perpindahan vertikal Bumi di poros vertikal (lihat patokan skala 1 cm di bawah untuk memperbandingkan). Seismogram disusun secara vertikal berdsarkan jarak dari episentrum dalam hitungan derajat. Sinyal pertama yang amplitudonya paling rendah adalah sinyal gelombang kompresional (P) yang membutuhkan sekitar 22 menit untuk mencapai sisi planet yang lain (antipode) di dekat Ekuador. Sinyal amplitudo terbesar adalah gelombang permukaan seismik yang mencapai antipode setelah sekitar 100 menit. Gelombang permukaan tampak menguat di dekat antipode (stasiun seismik terdekat berada di Ekuador) dan mengitari planet untuk kembali ke episentrumnya setelah 200 menit. Gempa susulan besar (kekuatan 7,1) tercatat di stasiun terdekat pas setelah markah 200 menit. Gempa susulan ini bisa digolongkan sebagai gempa besar jika sebelumnya tidak ada gempa, namun untuk kali ini sudah terlampaui oleh gempa pertama.
Gerakan tanah
vertikal yang terekam oleh IRIS/USGS Global Seismographic Network.
Perpindahan massa dan pelepasan
energi yang masif sedikit mengubah rotasi Bumi. Jumlah pastinya belum
diketahui, namun model teoretis menunjukkan bahwa gempa ini memeperpendek
durasi satu hari selama 2,68 mikrodetik dikarenakan
berkurangnya kepepatan Bumi.[28]
Gempa ini juga mengakibatkan Bumi "berguncang" sebentar di porosnya
setinggi 25 cm (10 in) ke arah bujur timur 145°[29]
atau mungkin Templat:Convert/or.[30]
Tetapi karena efek pasang Bulan, durasi satu hari bertambah rata-rata 15 µs per tahun, jadi perubahan
rotasi apapun akibat gempa akan hilang dengan cepat. Guncangan Chandler
alamiah yang dialami Bumi yang biasanya mencapai 15 m (50 kaki) pada akhirnya akan membatalkan
guncangan minor yang diakibatkan gempa.Selain itu, ada perpindahan sejauh 10 m (33 kaki) secara lateral dan 4–5 m (13–16 kaki) secara vertikal di sepanjang garis patahan. Dugaan awal adalah sejumlah pulau kecil di sebelah barat daya Sumatera yang berada di Lempeng Burma (wilayah selatan berada di Lempeng Sunda) bisa jadi pindah ke barat daya sejauh 36 m (120 kaki), namun data lebih akurat yang dirilis sebulan setelah gempa menunjukkan bahwa perpindahannya sejauh 20 cm (8 in).Karena perpindahannya bersifat vertikal dan lateral, beberapa daerah pantai sudah pindah ke bawah permukaan laut. Kepulauan Andaman dan Nicobar tampaknya pindah ke barat daya sejauh 125 m (410 ft 1 in) dan tenggelam setinggi 1 m (3 ft 3 in).
Pada bulan Februari 2005, kapal Angkatan Laut Kerajaan HMS Scott menyurvei dasar laut di sekitar zona gempa bumi yang kedalamannya berkisar antara 1,000 hingga 5,000 m (Templat:Convert/fathom ft). Survei yang dilakukan menggunakan sistem sonar multipancar beresolusi tinggi ini mengungkapkan bahwa gmepa ini memberi pengaruh besar terhadap topografi dasar laut. Punggung thrust sepanjang 1.500-m-high (5,000 kaki) yang diciptakan oleh aktivitas geologi sebelumnya di sepanjang patahan ini runtuh dan menciptakan longsor selebar beberapa kilometer. Longsor semacam ini terdiri dari satu blok batuan setinggi 100 m dan sepanjang 2 km (300 ft kali 1,25 mi). Momentum air yang dipindahkan oleh pengangkatan tektonik ke atas juga menarik lapisan batu masif berbobot jutaan ton sejauh 10 km (6 mil) di dasar laut. Palung samudra selebar beberapa kilometer terbentuk di zona gempa.
Satelit TOPEX/Poseidon dan Jason-1 kebetulan lewat ketika tsunami sedang melintasi lautan. Kedua satelit ini memiliki radar yang dengan tepat mengukur ketinggian permukaan air dan berhasil mencatat anomali sebesar 50 cm (20 in). Pengukuran dari satelit terbukti bisa jadi tidak diperlukan untuk memahami gempa dan tsunami.Tidak seperti data pencatat pasang yang ditempatkan di pesisir, pengukuran yang dilakukan di tengah lautan dapat dipakai untuk menghitung parameter gempa pertama tanpa perlu mempertimbangkan cara-cara rumit karena gelombang berubah ukuran dan bentuknya ketika mendekati pesisir.
BAGAIMANA MENYIKAPI SEBUAH BENCANA ALAM?
BAYANGAN mengerikan tsunami yang menerjang Aceh, Nias, dan Sumatera Utara masih tersisa meski bencana luar biasa itu sudah enam tahun berlalu. Kisah tutur dari musibah tsunami yang datang tiba-tiba pada Minggu pagi 26 Desember 2004 itu masih hidup di kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Aceh. Namun, pelajaran apa yang sudah diambil dari entakan tragedi yang sungguh menggemparkan itu?
Jauh sebelum gempa dan tsunami menghantam kawasan pesisir di Provinsi Aceh, masyarakat luas tak paham betul apa itu tsunami. Ketidakpahaman inilah yang membuat kita tidak siap menghadapi bencana tsunami. Akibatnya, seperti yang hampir masyarakat umum saksikan, dalam rekaman video amatir yang diambil salah seorang masyarakat Aceh saat kejadian tersebut, sebelum dan selama berlangsung tsunami, kepanikan menghinggapi masyarakat kita. Tak terlihat tanda-tanda untuk menyelamatkan diri. Padahal, gejala akan datangnya tsunami sudah tampak di depan mata. Mereka terlihat terpaku pada gempa tektonik yang menggoyang Aceh dan sekitarnya.
Mereka tidak salah, apalagi pada saat itu, memang tidak ada yang memandu atau menjelaskan apa yang sedang dan bakal terjadi. Semua mengalir begitu saja, maka ketika air laut menerjang, kita hampir tak bisa berlari melebihi kecepatan gelombang yang mematikan tersebut. Hanya sedikit yang bisa selamat dari amukan tsunami itu.
Setelah Enam tahun
Kelihatannya sebagian besar kita belum mampu secara maksimal menggunakan tragedi itu sebagai momentum penting untuk mengubah kesadaran, memperbaiki sikap, dan perilaku. Setelah berlangsung hiruk-pikuk beberapa saat, sikap dan perilaku kembali berjalan seperti biasa. Seolah-olah tidak ada hal luar biasa yang sudah terjadi. Begitu cepat lupa. Padahal, gempa dan tsunami di Aceh dan sekitarnya tergolong luar biasa, yang menghentakkan semua penduduk di Nanggroe Aceh, Kepulauan Nias, dan sebagian negara tetangga
Bencana itu tidak hanya meminta sekitar 200.000 korban jiwa. Kerugian harta benda pun tidak sedikit. Trauma yang ditimbulkan sangat mendalam. Segera kelihatan pula bagaimana kemampuan manajemen kita dalam menghadapi bencana tsunami di Aceh dan sekitarnya. Manajemen krisis sangat lemah bahkan kedodoran. Koordinasi dan efektivitas organisasi dalam mengatasi dampak bencana kurang bekerja optimal dan cenderung tertatih-tatih.
Harusnya, pengalaman pahit di Aceh dapat dijadikan bahan pelajaran penting dalam meningkatkan kemampuan mengelola krisis. Kenyataan ini benar-benar merisaukan, lebih-lebih kalau melihat posisi Indonesia yang sangat rawan terhadap pelbagai bencana alam. Indonesia tidak hanya berada di atas cincin api, tetapi juga memiliki banyak gunung api dan berada di atas daerah patahan Asia-Australia.
Hampir tak terelakkkan Indonesia akan terus-menerus berada di bawah ancaman gempa tektonik oleh pergeseran lempeng Asia-Australia. Juga terancam gempa vulkanik oleh kegiatan gunung api. Dengan memerhatikan ancaman itu, mau tidak mau perlu diperhatikan konstruksi bangunan yang tahan gempa, yang harus disosialisasikan. Tidak kalah pentingnya simulasi penyelamatan diri jika terjadi gempa yang umumnya datang tiba-tiba. Antisipasi sangat penting untuk mengurangi dampak bencana. Walau, sampai sekarang terkesan sangat minim upaya antisipasi. Kita bahkan merasakan miris, mendengar alat-alat peringatan dini tsunami dilaporkan kurang dirawat, bahkan sebagian besar hilang dari perairan Indonesia.
Mitigasi
26 Desember kemarin, peristiwa dahsyat itu, memang itu sudah enam tahun berlalu, tetapi ingatan terhadap bencana hebat itu masih kuat terpatri, melahirkan perasaan tercekam, haru, sekaligus juga kesadaran baru terhadap alam, khususnya alam Indonesia yang berada di kawasan Cincin Api Dunia.
Dalam perspektif keilmuan, pemahaman masyarakat luas terhadap masalah gempa semakin meningkat. Apresiasi terhadap ilmu kegempaan, geologi, dan seismologi juga meningkat. Pelampung detektor tsunami juga telah dipasang di sejumlah laut. Mitigasi (upaya untuk meminimalkan dampak bencana) pun, meski belum luas dan sering, sudah mulai dilakukan. Kini, ketika mengenang enam tahun gempa Aceh, kita diingatkan lagi akan kemungkinan terjadinya gempa besar di Tanah Air.
Di Aceh, kini tak hanya tersisa sekadar cerita sedih. Namun, menjelang peringatan enam tahun gempa dan tsunami Aceh akhir Desember ini, pelbagai informasi dan pengetahuan mengenai bencana alam, khususnya gempa dan tsunami, telah banyak disampaikan ke tengah masyarakat, seperti PIBA (Pusat Informasi dan Bencana Aceh), DIBA (Data dan Informasi Bencana Aceh), ATDR (Aceh Tsunami Digital Repository), serta DRMIS (Disaster Risk Management Information System), yang kesemuanya bisa dijadikan masyarakat dan pemangku kebijakan untuk menambah pemahaman pengetahuan tentang kebencanaan, juga membantu pemerintah daerah untuk mensosialisasikan pentingnya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Aceh, bahkan di seluruh nusantara
Dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang meningkat, masyarakat Indonesia semestinya dapat mempersiapkan diri lebih baik dalam menghadapi bencana alam yang datang sewaktu-waktu. Kalau dalam penanganan gempa kemarin masih diungkapkan kelemahan manajemen penanganan bencana, ini pun termasuk hal yang harus menjadi perhatian.
Selebihnya, kearifan yang diharapkan bisa terus dikembangkan adalah kemampuan beradaptasi hidup di kawasan bencana dan melakukan mitigasi atau berlatih untuk menghadapinya. Dalam berbagai kesempatan dikemukakan bahwa salah satu wujud adaptasi adalah mengkaji ulang bangunan, apakah konstruksinya sudah cukup memadai untuk menghadapi gempa. Selain bangunan, wujud adaptasi adalah memasang perlengkapan pemantau yang memadai. Mengingat Indonesia perlu banyak peralatan pemantau tsunami (mulai dari pelampung di laut, satelit pemancar ulang, hingga stasiun pemberi peringatan darat), di sini kita pun perlu membangun kemampuan sendiri.
Salah satu komitmen adaptasi lainnya, mestinya pemerintah terus memberikan beasiswa bagi orang muda yang terpanggil untuk mendalami ilmu geologi dan seismologi mengingat selama ini minat untuk mempelajari ilmu-ilmu ini masih terbatas dan jumlah ilmuwan ahli gempa juga masih sedikit.
Dengan sudut pandang ini, mengenang enam tahun gempa dan tsunami Aceh, disertai harapan Indonesia dalam kesiapan lebih baik manakala harus menghadapi bencana yang tak pernah diketahui kapan datangnya, apakah itu di pantai barat Sumatera atau di tempat lain. Dari sini pula akan tecermin, seberapa sungguh-sungguh kita menjadi bangsa terpelajar.
Tips Menghadapi Bencana Tsunami
- Tetaplah tenang, jangan panik, ingatlah dan berdoalah kepada Tuhan.
- Jangan menjadi gelombang tsunami sebagai tontonan. Apabila gelombang tsunami dapat dilihat berarti kita berada di kawasan yang berbahaya.
- Usahakan menjauhi arus listrik supaya terhindar dari sengatan listrik
- Berlarilah menuju tempat yang lebih tinggi, misalnya menuju bangunan gedung lantai yang paling tinggi atau bukit
- Jika sedang berada dalam kendaraan dan tidak memungkinkan berlari, segeralah keluar dan menuju tempat yang lebih tinggi, seperti bukit.
- Dekatilah benda yang mudah mengapung dalam air, seperti bambu kering, papan kayu, ban mobil, atau pohon pisang yang sudah dipotong. Jika kalian terseret air, benda tersebut bisa digunakan sehingga tetap berada di atas air.
- Sesudah banjir surut dan keadaan tenang, tariklah napas pelan-pelan, lalu keluarkan. Kemudian bersyukurlah dengan memuji nama Tuhan.
- Segera menuju tempat penanganan bencana atau penampungan atau tempat evakuasi yang telah ditentukan.
Mungkin hanya 8 yang dapat saya sampaikan untuk Tips Menghadapi Bencana
Tsunami, Nah kali ini saya juga akan memberikan hal-hal yang sebaiknya
dilakukan setelah tsunami.
Hal yang sebaiknya dilakukan setelah tsunami
- Ketika kembali ke rumah, jangan lupa untuk memeriksa semua kerabat dan pastikan mereka lengkap.
- Jangan memasuki wilayah yang rusak, kecuali setelah dinyatakan aman.
- Hindari instalasi listrik.
- Datangi posko bencana untuk mendapatkan informasi. Lalu jalinlah komunikasi dan kerja sama dengan warga sekitar.
- Bersiaplah untuk kembali ke kehidupan yang normal
Bencana merupakan salah satu ujian
dan cobaan dari Tuhan, agar kita selalu merasa bersyukur terhadap apa yang
Tuhan berikan. Dalam bencana banyak sekali hal dan hikmah yang dapat kita
ambil, bahwa semua yang ada di Dunia ini akan kembali pada Tuhan sepenuhnya karena
semua ini adalah milik Tuhan. Sikap sabar dan ikhlas merupakan kunci dari
kehidupan. Dunia ini hanya sementara, masih ada dunia akhirat yang lebih kekal.
Kita harus selalu berjuang untuk berbuat kebaikan di dunia, sikap merasa cukup
juga menjadi kunci utama.
Sumber Data:
http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_Samudra_Hindia_2004
http://www.tdmrc.org/id/belajar-dari-tsunami-aceh.jsp
http://coretan-arul.blogspot.com/2013/10/tips-menghadapi-bencana-tsunami.html